MAKALAH
PSIKOLOGI SOSIAL
“PERSEPSI
SOSIAL”
Dosen
Pengampu : Bq. Shofa Ilhami, MA.
OLEH
KELOMPPOK: II
1.
MISNAWATI 12110156
2.
JULIATI 12110307
3.
ARI
SANDI RADIATMAN 12110130
4.
HERMAN
AGUSTIADI 12110132
PROGRAM STUDI
PGSD (PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR)
SEKOLAH TINGGI
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
( STKIP
HAMZANWADI SELONG )
TAHUN
2014 / 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia
adalah makhluk yang dilahirkan paling sempurna. Manusia memiliki kemampuan
kognitif untuk memproses informasi yang diperoleh dari lingkungan di
sekelilingnya melalui indera yang dimilikinya, membuat persepsi terhadap
apa-apa yang dilihat atau dirabanya, serta berfikir untuk memutuskan aksi apa
yang hendak dilakukan untuk mengatasi keadaan yang dihadapinya.
Hal-hal yang
dapat mempengaruhi kemampuan kognitif pada manusia meliputi tingkat
intelejensi,kondisi fisik, serta kecepatan sistem pemrosesan informasi pada
manusia. Bila kecepatan sistem pemrosesan informasi terganggu, maka akan
berpengaruh pada reaksi manusia dalam mengatasi berbagai kondisi yang dia hadapi. Sejak indidu itu dilahirkan, sejak itu pula individu
itu berhubungan dengan dunia luarnya. Sejak itu pulla individu menerima
langsung stimuli atau rangsang dari luar dirinya. Dalam rangka individu
mengenali stimulus merupakan persoalan yang berkaitan dengan persepsi.
Persepsi
merupakan suatu proses yang di dahului oleh penginderaan. Penginderaan adalah
merupakan suatu proses di terimanya stimulus oleh individu melalui alat
penerima yaitu alat indera. Namun proses tersebut tidak disitu saja, pada
umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan
syaraf,dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses
persepsi tidak dapat terlepas dari proses penginderaan.
Sedangkan
Atribusi merupakan Proses atau usaha untuk
mengidentifikasi penyebab-penyebab perilaku orang lain dan untuk kemudian
mengerti tentang sifat-sifat trait yang menetap dan disposisinya. Kita
mengatribusi suatu tindakan disebabkan
daya personal, hanya jika orang yang kita persepsi tersebut mempunyai kemampuan
untuk bertindak, berniat untuk melakukan dan berusaha untuk menyelesaikan
tindakannya.
Jika
demikian, kita beranggapan bahwa atribusi tersebut berhubungan dengan sifatnya,
sehingga dapat kita gunakan untuk meramalkan tindakan-tindakan di masa yang
akan datang. Di sisi lain, jika kita mengatibusi sebagai daya lingkungan, hal
ini tidak ada hubungannya dengan sifat orang yang kita persepsi, sehingga tidak
dapat digunakan untuk meramalkan tindakan-tindakan di masa yang akan datang.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian persepsi Sosial ?
2.
Apa pengertian
komunikasi non verbal ?
3.
Apa pengertian dan teori-teori
atribusi ?
4.
Apa saja sumber
kesalahan dalam atribusi ?
5.
Apa pengertian pembentukan dan manajemen
kesan?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian persepsi
sosial !
2.
Untuk mengetahui pengertian
komunikasi non verbal !
3.
Untuk mengetahui pengertian dan teori-teori
atribusi !
4.
Untuk mengetahui sumber kesalahan
dalam atribusi !
5.
Untuk mengetahui pembentukan dan
manajemen kesan !
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Persepsi
Sosial
1. Pengertian persepsi
Persepsi
adalah suatu proses berpikir yang melibatkkan pengolahan informasi, pemberian
nama, deskripsi dan pemaknaan dari stimulus yang tertangkap oleh panca indera.
Persepsi merupakan suatu proses kgnitif yang dialami oleh setiap orang dalam
memahami informasi tentang lingkungannya. Sementara itu, persepsi social
(social perspective) adalah suatu proses yang kita gunakan untuk mencoba
memahai orang lain.
Ketika kita
ingin mengetahui perasaan orang lain, orang lain tak selalu bersedia
menceritakan perasaanya yang terdalam kepadda kita. Sebaliknya, mereka justru
berupaya keras menyembunyikannya atau bahkan berdusta pada kita tentang emosi
kita saat itu (DePaulo dkk., 1996 dalam Forrest & Feldman, 2000). Maka dari
itu kita sering berusaha memperoleh informasi secara tidak terlalu langsung:
memperhatikan petunjuk nonverbal (nonverbal cues) yang tampil melalui ekspresi
wajah, kontak mata, postur, gerak tubuh, dan berbagai tingkah laku ekspresif
lainnya.
Persepsi adalah proses pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu
informasi terhadap stimulus. Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap
objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses
oleh otak.Proses kognisi dimulai dari persepsi.
2.
Pengertian
persepsi sosial
Persepsi sosial menurut David O Sears adalah bagaimana kita membuat kesan
pertama, prasangka apa yang mempengaruhi mereka, jenis informasi apa yang kita
pakai untuk sampai pada kesan tersebut, dan bagaimana akuratnya kesan itu
(David O Sears, et. al, 1994). Menurut Istiqomah dkk, Persepsi sosial
mengandung unsur subyektif. Persepsi seseorang bisa keliru atau berbeda dari
persepsi orang lain. Kekeliruan atau perbedaan persepsi ini dapat membawa
macam-macam akibat dalam hubungan antar manusia. Persepsi sosial menyangkut
atau berhubungan dengan adanya rangsangan-rangsangan sosial.
Rangsangan-rangsangan
sosial ini dapat mencakup banyak hal, terdiri dari :
a.
Orang atau orang-orang berikut
ciri-ciri, kualitas, sikap dan perilakunya.
b.
Persitiwa-peristiwa sosial
dalam pengertian peristiwa-peristiwa yang melibatkan orang-orang, secara langsung
maupun tidak langsung, norma-norma, dan lain-lain (Istiqomah, dkk, 1988).
Persepsi dalam Psikologi diartikan sebagai salah satu perangkat psikologis
yang menandai kemampuan seseorang untuk mengenal dan memaknakan sesuatu objek
yang ada di lingkungannya. Psikologi kontemporer menyebutkan persepsi secara
umum diperlukan sebagai satu variabel campur tangan (intervening variabel),
bergantung pada faktor-faktor motivasional. Artinya suatu objek atau satu
kejadian objektif ditentukan baik oleh kondisi perangsang maupun oleh
faktor-faktor organisme. Dengan alasan sedemikian, persepsi mengenai dunia oleh
pribadi-pribadi yang berbeda juga akan berbeda, karena setiap individu
menanggapinya berkenaan dengan aspek-aspek situasi tadi yang mengandung arti
khusus sekali bagi dirinya.
3.
Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Persepsi
Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi
dalam mengadakan persepsi, yaitu faktor ekternal, yaitu stimulus itu sendiri dan faktor lingkungan dimana persepsi itu berlangsung. dan individu sebagai faktor internal saling berinteraksi dalam individu
mengadakan persepsi.
Faktor
internal yaitu Mengenai keadaan individu yang
dapat mempengaruhi hasil persepsi datang dari dua sumber, yaitu yang
berhubungan dengan segi kejasmanian, dan yang berhubungan dengan segi
psikiologis. Bila system fisiologisnya terganggu, hal tersebut akan berpengaruh
dalam persepsi seseorang. Sedangkan segi psikologis yaitu antara lain mengenai
pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir, kerangka acuan, motivasi akan
berpengaruh pada seseorang dalam mengadakan persepsi.
Sedangkan lingkungan atau situasi khususnya yang melatar belakangi
stimulus juga akan berpengaruh dalam persepsi, lebih-lebih bila objek persepsi
adalah manusia. Objek dan lingkungan yang melatarbelakangi objek merupakan
kebulatan atau kesatuan yang sulit dipisahkan. Objek yang sama dengan situasi
social yang berbeda, dapat menghasilkan persepsi yang berbeda.
4.
Bentuk-bentuk Persepsi
a.
Persepsi Visual
Persepsi
visual didapatkan dari indera penglihatan.Persepsi ini adalah persepsi
yang paling awal berkembang pada bayi, dan mempengaruhi bayi dan balita
untuk memahami dunianya.
b.
Persepsi Auditori
Persepsi
auditori didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga.
c.
Persepsi Perabaan
Persepsi
pengerabaan didapatkan dari indera taktil yaitu kulit.
d.
Persepsi Penciuman
Persepsi
penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman yaitu hidung.
e.
Persepsi Pengecapan
Persepsi
pengecapan atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah.
5.
Ciri-ciri Umum Dunia Persepsi
Penginderaan terjadi dalam suatu konteks tertentu, konsep ini biasa disebut
dunia persepsi. Agar dapat dihasilkan suatu penginderan yang bermakna, ada
ciri-ciri umum tertentu dalam dunia persepsi :
a.
Modalitas : rangsangan
yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap –tiap indera, yaitu
sifat sensori dasar masing-masing.
b.
Dimensi ruang : dunia persepsi
mempunyai sifat ruang ( dimensi ruang).
c.
Dimensi waktu : dunia persepsi mempunyai
dimensi waktu, seperti cepat lambat, tua muda, dan lain-lain.
d.
Struktur konteks, keseluruhan yang menyatu :
objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang
menyatu dengan konteksnya. Struktur dan konteks ini merupakan keseluruhan yang
menyatu.
e.
Dunia penuh arti; dunia
persepsi adalah dunia penuh arti. kita cenderung pengamatan pada gejala-gejala
yang mempunyai makna bagi kita, yang ada hubungannya dengan tujuan yang ada
dalam diri kita.
B.
Komunikasi
Non Verbal
1. Pengertian komunikasi non verbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi antar individu
tanpa melibatkan isi bahasa lisan, namun mengandalkan bahasa-bahasa nonlisan
melalui ekspresi wajah, kontak mata, dan bahasa tubuh. Perilaku nonverbal
relative tak bisa dikekang dan sulit dikontrol. Petunjuk nonverbal yang ditampilkan
oleh seseorang dapat mempengaruhi perasaan kita meskipun kita tidak secara
sadar memperhatikan petunjuk ini, ataupun sengaja membaca perasaannya. Penularan emosional (emotional contagion)
merupakan suatu mekanisme yang mentransfer perasaan secara otamatis dari satu
orang ke orang lain. Contohnya, saat mendengar berpidato, nada suara pembicara
bisa mempengaruhi perasaan kita.
Saluran-saluran
komunikasi nonverbal ada 4, yaitu:
a.
Ekspresi
wajah
Wajah adalah gambaran jiwa yang berarti perasaan dan
emosi manusia seringkali terbaca di wajahnya dan dapat dikenali melalui
berbagai ekspresinya. Terdapat 6 emosi dasar manusia yang terlihat jelas
dan telah dipelajari sejak kecil: marah, takut, bahagia, sedih, terkejut, dan
jijik (Izard, 1991; Rozin, Lowery & Elbert, 1994). Makna ekspresi wajah
tidak berlaku secara penuh berlaku universal di seluruh dunia (perbedaan budaya
dan konstektual memang ada dalam mengartikan ekspresi wajah yang tepat).
b.
Kontak mata
Mata adalah jendela hati yang berarti kita bisa
mengetahui . perasaan orang lain melalui tatapan matanya. Kontak mata yang
tinggi ontensitasnya bisa diartikan sebagai bentuk rasa suka atau perasaan
positif lainnya, ada satu pengecualian. Bila seseorang memandangi kita terus
menerus dan mempertahankan kontak mata ini tanpa peduli apapun yang sedang kita
kerjakan, pandangan ini disebut staring (menatap).
c.
Bahasa
tubuh (gesture, postur dan gerakan)
Bahasa tubuh sering
kali mengungkapkan keadaan emosional seseorang. Makin banyak pola gerakan tubuh
juga menyimpan makna tersendiri. Sementara gesture terbagi menjadi beberapa
kategori, namun satu yang terpenting adalah emblem (gerakan tubuh yang
menyiratkan makna khusus menurut budaya tertentu).
d.
Sentuhan
Sentuhan yang dirasa tepat seringkali membangkitkan
perasaan positif dalam diri orang yang disentuh. Jabat tangan mengungkapkan
banyak hal tentang orang lain misalnya kepribadiannya dan bahwa jabat tangan
yang kuat adalah teknik yang baik untuk menampilkan kesan pertama yang
menyenangkan pada orang lain.
C.
Pengertian
Dan Teori-Teori Atribusi
1. Pengertian atribusi secara umum
Atribusi
adalah memperkirakan apa yang menyebabkan orang lain itu berperilaku tertentu.
Attribution theory (teori sifat,) merupakan posisi tanpa perlu disadari pada
saat melakukan sesuatu menyebabkan orang-orang yang sedang menjalani sejumlah
tes bisa memastikan apakah perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan orang
lain dapat merefleksikan sifat-sifat karakteristik yang tersembunyi dalam dirinya,
atau hanya berupa reaksi-reaksi yang dipaksakan terhadap situasi tertentu.
Atribusi
juga dapat diartikan dengan upaya kita untuk memahami penyebab dibalik perilaku
orang lain, dan dalam beberapa kasus juga penyebab perilaku kita sendiri. Untuk
mengetahui tentang orang-orang yang ada di sekitar kita dapat melalui beberapa
macam cara:
a.
Melihat apa yang tampak (fisik).
Misalnya cara berpakaian, cara penampilan diri.
b.
Menanyakan langsung kepada yang
bersangkutan, misalnya tentang pemikiran, tentang motif.
c.
Dari perilaku yang bersangkutan. Hal
ini merupakan sumber yang penting.
2.
Pengertian Atribusi Menurut Para
Tokoh
Atribusi
merupakan proses-proses untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab perilaku orang
lain dan kemudian diketahui tentang sifat-sifat menetap dan disposisi mereka
(Baron dan Byrne, 2003: 49).
Menurut
Myers (1996), kecenderungan memberi atribusi disebabkan oleh kecenderungan
manusia untuk menjelaskan segala sesuatu, termasuk apa yang ada dibalik
perilaku orang lain.
Setiap
individu pada dasarnya adalah seseorang
ilmuwan semu (pseudo scientist) yang berusaha untuk mengerti tingkah laku orang
lain dengan mengumpulkan dan memadukan potongan-potongan informasi sampai
mereka tiba pada sebuah penjelasan masuk akal tentang sebab-sebab orang lain
bertingkah laku tertentu.(Kajian tentang atribusi oleh Frizt Heider (1958).Proses
atribusi telah menarik perhatian para pakar psikologi sosial dan telah menjadi
objek penelitian yang cukup intensif dalam beberapa dekade terakhir. Cikal
bakal teori atribusi berkembang dari tulisan Fritz Heider (1958) yang berjudul
“Psychology of Interpersonal relations). Dalam tulisan tersebut Heider
menggambarkan apa yang disebutnya “native theory of action”, yaitu kerangka
kerja konseptual yang digunakan orang untuk menafsirkan, menjelaskan, dan
meramalkan tingkah laku seseorang. Dalam kerangka kerja ini, konsep intensional
(seperti keyakinan, hasrat, niat, keinginan untuk mencoba dan tujuan) memainkan
peran penting.
3.
Teori-teori
Atribusi
a. Psikologi
“Naif” dari Heider
Minat
Psikologi Sosial terhadap proses atribusi diawali dengan teori Fritz Heider
(1958) yang peduli tentang usaha kita untuk memahami arti perilaku orang lain,
khususnya bagaimana kita mengidentifikasi sebab-sebab tindakannya. Secara umum,
perilaku dapat disebabkan oleh daya-daya personal (personal forces), seperti
kemampuan atau usaha dan oleh daya-daya lingkungan (environmental forces),
seperti keberuntungan atau taraf kesukaran suatu tugas. Jika suatu tindakan
diatribusi sebagai daya personal, akibatnya akan berbeda dengan tindakan yang
diatribusi dengan daya lingkungan.
Kita
mengatribusi suatu tindakan disebabkan daya personal, hanya jika orang yang
kita persepsi tersebut mempunyai kemampuan untuk bertindak, berniat untuk
melakukan dan berusaha untuk menyelesaikan tindakannya. Jika demikian, kita
beranggapan bahwa atribusi tersebut berhubungan dengan sifatnya, sehingga dapat
kita gunakan untuk meramalkan tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Di
sisi lain, jika kita mengatibusi sebagai daya lingkungan, hal ini tidak ada
hubungannya dengan sifat orang yang kita persepsi, sehingga tidak dapat
digunakan untuk meramalkan tindakan-tindakan di masa yang akan datang.
b. Teori
Atribusi dari Kelley
Teori Harold
Kelley merupakan perkembangan dari Heider. Fokus teori ini, apakah tindakan
tertentu disebabkan oleh daya-daya internal atau daya-daya eksternal. Kelley
berpandangan bahwa suatu tindakan merupakan suatu akibat atau efek yang terjadi
karena adanya sebab. Oleh karena itu, Kelley mengajukan suatu cara untuk
mengetahui ada atau tidaknya hal-hal yang menunjuk pada penyebab tindakan,
apakah daya internal atau daya eksternal. Kelley mengajukan tiga faktor dasar
yang kita gunakan untuk memutuskan hal tersebut, yaitu:
1)
Konsistensi : respon dalam berbagai
waktu dan situasi, yaitu sejauh mana seseorang merespon stimulus yang sama
dalam situasi atau keadaan yang yang berbeda. Misalnya A bereaksi sama terhadap
stimulus pada kesempatan yang berbeda, maka konsistensinya tinggi.
2)
Informasi konsensus : bagaimana
seseorang bereaksi bila dibandingankan dengan orang lain, terhadap stimulus
tertentu. Dalam artian sejauh mana orang-orang lain merespon stimulus yang sama
dengan cara yang sama dengan orang yang kita atribusi. Misalnya bila
berperilaku tertentu, sedangkan orang-orang lain tidak berbuat demikian, maka
dapat dikatakan bahwa consensus orang yang bersangkutan rendah.
3)
Kekhususan (distinctiveness) :
sejauh mana orang yang kita atribusi tersebut memberikan respon yang berbeda
terhadap berbagai stimulus yang kategorinya lama.
c. Teori
Correspondence Interference (Jones dan Davis)
Setiap
individu seolah-olah akan membuat inferensi, seperti inferensi statistik, yaitu
mencari pola umum (hukum umum) dengan membuang informasi yang tidak relevan.
Sebutan inferensi koresponden juga disebabkan karena teori ini mencari
korespondensi antara perilaku dengan atribusi disposisional (internal) yang
berbeda dengan penyebab-penyebab atribusi situasional. Teori ini dimaksudkan
untuk mengetahui apakah suatu perilaku itu disebabkan oleh disposisi
(karakteristik yang bersifat relatif stabil) pada individu atau tidak.
Pertama-tama
yang harus diketahui adalah akibat. Dengan mengetahui akibatnya, dapat
diketahui intensi atau niat orang berbuat. Diyakini ada niat atau kesengajaan
dalam berbuat, kalau individu mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk
melakukan suatu tindakan. Setelah diketahui niat atau kesengajaan maka
diinterferensi apakah perbuatan tersebut diperbuat karena faktor disposisional
atau bukan.
Untuk
meyakini adanya faktor disposisional, maka harus ada dua hal yang dipenuhi,
yaitu: Noncommon effects (akibat khusus) : perilaku tersebut bersifat unik pada
individu, yaitu diantara berbagai pilihan yang mungkin dilakukan, individu
memilih yang paling unik Social desirebility (kepantasan atau kelayakan sosial)
: seberapa jauh perbuatan mempunyai nilai sosial yang tinggi. Kalau suatu
perbuatan memang diinginkan banyak orang, maka perbuatan tersebut mempunyai
nilai kepantasan sosial yang tinggi.
d. Teori
Bernard Weiner
Untuk
memahami seseorang dalam kaitannya dengan suatu kejadian, Weiner menunjuk dua
dimensi, yaitu:
1)
Dimensi internal-eksternal sebagai
sumber kausalitas
2)
Dimensi stabil-tidak stabil sebagai
sifat kausalitas
3)
Dimensi-dimensi Atribusi Menurut
Weiner :
a)
Stabil secara
internal : kemampuan, intelegensi,
karakteristik-karakteristik fisik.
b)
Stabil secara eksternal :
kesulitan tugas, hambatan lingkungan.
c)
Tidak stabil secara internal : Effort, mood,
fatique.
d)
Tidak stabil secara eksternal :
keberuntungan (luck), kebetulan (chance), kesempatan (opportunity).
D.
Sumber
Kesalahan Dalam Atribusi
Kesalahan Atribusi menurut Baron & Byrne (dalam Sarlito Wirawan
Sarwono, 1999: 109-112) dapat bersumber dari beberapa hal, yaitu:
1.
Kesalahan atribusi yang mendasar
(fundamental error)
Yaitu
kecenderungan untuk selalu memberi atribusi internal. Menurut Robert A. Baron
dan Donn Byrne (2003: 58) kesalahan atribusi fundamental merupakan
kecenderungan yang terlalu berlebihan dalam memperhitungkan pengaruh faktor
disposisi pada perilaku seseorang. Padahal ada kemungkinan besar pula perilaku
disebabkan oleh faktor eksternal (adat, tradisi, kebiasaan masyarakat,
dan sebagainya).
2.
Efek pelaku pengamat
Kesalahan
ini adalah kecenderungan mengatribusi perilaku kita yang disebabkan oleh faktor
eksternal, sedangkan perilaku orang lain disebabkan oleh faktor internal.
Contohnya:
Misalnya, jika ada orang lain yang jatuh terpeleset, kita katakana dia tidak
hati-hati. Akan tetapi, jika kita sendiri yang terpeleset dan jatuh, kita
katakan bahwa lantainya yang licin. Hal ini disebabkan karena kita memang
cenderung lebih sadar pada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku kita
dari pada yang mempengaruhi perilaku orang lain. Oleh karena itu kita cenderung
menilai perilaku kita disebabkan faktor eksternal dari pada internal.
3.
Bias korespondensi
kecenderungan
untuk menjelaskan sumber perilaku orang lain dari disposisi-disposisi yang ada,
bahkan bila penyebab situasionalnya jelas-jelas hadir. Contoh: Alex menumpahkan
kopi ke bajunya. Kita mempersepsikan bahwa, “Ah, si Alex memang canggung
orangnya”. Padahal bisa saja cangkir yang dipegangnya itu terlalu panas.
4.
Efek actor-pengamat
kecenderungan
untuk mengatribusikan perilaku kita lebih pada factor situasional (eksternal)
daripada disposisional (internal), sementara perilaku orang lain disebabkan
factor disposisi (internal). Contoh: bila saya dan Andi sama-sama gagal dalam
ujian. Saya akan menilai diri saya gagal karena soalnya terlalu susah, tidak
ada waktu untuk belajar, atau dosennya pelit nilai. Sementara kita menilai Andi
gagal karena memang dia tidak mampu/ tidak pintar.
5. Bias
mengutamakan diri sendiri (self serving bias)
kecenderungan
untuk mengatribusi kesuksesan pada factor internal, namun mengatribusikan
kegagalan pada factor eksternal. Contoh: ketika saya berhasil, saya menilai
bahwa itu semua karena kerja keras saya, karena saya memang hebat, dsb. namun
ketika saya gagal, saya cenderung menyalahkan factor eksternal seperti: karena
dosennya pelit nilai, soalnya tidak sesuai materi, dll.
6.
Berpikir irrasional (magic)
kecenderungan
untuk mempercayai bahwa kekuatan pikiran bisa mempengaruhi kejadian atau objek
fisik di luar diri.
E.
Pembentukan
Dan Manajemen Kesan
1. Pembentukan kesan
Pembentukan
pesan adalah proses di mana kita membentuk kesan tentang orang lain. Bagaimana
kesan pertama yang dibentuk dapat mempengaruhi penilaian atau keputusan kita
tentang orang lain. Pembentukan kesan pertama terhadap seseoerang yang baru
bertemu terjadi dalam waktu sangat pendek, relative singkat. Penyebabnya adalah
implicit personality theory, yairu kecenderungan menggabungkan beberapa sifat
sentral dan peripheral (contoh: orang cantik pasti baik). Kesan pertama
seringkali salah karena lebih percaya teori sendiri daripada kenyataan.
Perspektif kognitif dalam pembentukan pesan telah memberikan peran openting
dalam usaha memahami karakteristik dan proses pembentukan kesan.
2. Manajemen
Kesan
Manajemen
kesan adalah usaha seseorang untuk menampilkan kesan pertama yang disukai
pada orang lain. Manajemen kesan ada 2 bentuk:
a.
Strategi
self-enhancement
usaha untuk meningkatkan daya tarik diri pada orang
diri pada orang lain, meliputi meningkatkan penampilan fisik melalui gaya
berbusana, charisma diri, dan penggunaan berbagai atribut sehingga berusahga
membuat deskripsi diri yang positif.
b.
Strategi
other-enhancement
upaya untuk membuat orang yang dituju merasa nyaman
dalam berbagai cara. Misalkan dengan pujian (membuat pernyataan yang memuji
orang yang kita tuju, sifat-sifat atau kesuksesannya) atau menyatakan
terang-terangan persetujuan kita pada pandangan oranglain, menunjukan minat
besar pada orang tersebut, member bantuan-bantuan kecil, meminta nasihat dan
umpan balik pada mereka. Atau menunjukan kesukaan dengan cara nonverbal. Namun
bisa saja gagal dan terjadi slime effect, yaitu sebuah kecenderunagn untuk
membentuk kesan sangat negative terhadap seseorang yang “menjilat ke atas dan
menendang ke bawah”.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Persepsi
sosial adalah sekedar penawaran yang dikenakan pada persepsi terhadap
obyek-obyek yang memuat unsur-unsur sosial seperti, diri orang, sebuah
kelompok, perilaku khas seseorang, peristiwa sosial, dan lain-lain (termasuk
kita sendiri: self perception). Persepsi sosial jauh lebih rumit daripada
persepsi benda-benda biasa. Hal ini terjadi tidak saja sekadar
rangsangan-rangsangan tetapi seringkali lebih kompleks, seperti juga unsur
mediasinya (misalnya: dengan orang lain), tetapi benyak melibatkan proses
kontruksi maknanya.
Atribusi
adalah memperkirakan apa yang menyebabkan orang lain itu berperilaku tertentu.
Attribution theory (teori sifat,) merupakan posisi tanpa perlu disadari pada
saat melakukan sesuatu menyebabkan orang-orang yang sedang menjalani sejumlah
tes bisa memastikan apakah perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan orang
lain dapat merefleksikan sifat-sifat karakteristik yang tersembunyi dalam
dirinya, atau hanya berupa reaksi-reaksi yang dipaksakan terhadap situasi
tertentu.
B.
Saran
Saran dari
kelompok kami sebagai mahasiswa kita harus banyak mempelajari psikologi sosial agar kita bisa lebih memahami dan mengerti
perilaku-perilaku yang ada pada manusia, mempelajari sungguh-sungguh tentang
ilmu psikologi. Supaya ketika terjun dalam dunia sosial kita bisa mempraktekkan
ilmu yang sudah didapat dalam perguruan tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Prof. Dr. Bimo Walgito, Psikologi Sosial,
(Suatu Pengantar), Yogyakarta, Andi Offset
Shaleh, Abdul Rahman. 2004.Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif
Islam. Jakarta: kencana
David O., Sears, et. al., 1994. Psikologi Sosial, Jilid 1, Alih
bahasa oleh Micahael Adriayanto dan Savitri Soekrisno. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Istiqomah, dkk, 1988. Modul 1-9: Materi Pokok Psikologi Sosial.
Jakarta: Penerbit Karunika Universitas Terbuka. .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar